Kamis, 07 November 2013

PEMIMPIN TIDUR SAAT KESEJAHTERAAN RAKYAT DIKUASAI KORUPTOR



PEMIMPIN TIDUR SAAT
KESEJAHTERAAN RAKYAT
 DIKUASAI KORUPTOR


            Melihat realita kekinian, membuat jiwa kita geram, realitanya Kemakmuran Rakyat semakin menjauh dari jangkauan. Kemakmuran hanya dimiliki oleh  para koruptor dengan dengan adanya kekuasaan yang mereka miliki. Disini rakayat hanya menjadi korban kekuasaan para koruptor yang menindas dengan ilmu politiknya. Di tengah kondisi bangsa yang semakin buruk ini, seharusnya para pejabat bisa bertindak lebih “sopan” dalam mengembangkan amanat rakyat. Korupsi menjadi akar segalanya. Bahkan, maju, mundur atau stagnasi negeri ini sangat ditentukan korupsi yang terjadi saat ini. Sehingga, korupsi saat ini disebut telah menjadi budaya. Terakhir, kasus yang sangat mengejutkan, bahkan Akil Mochtar (Ketua Mahkamah Konstitusi) tertangkap tangan melakukan korupsi. Suatu lembaga yang sangat terhormat dengan kekuasaan yang sangat besar, justru terbukti melakukan tindakan korupsi. Bayangkan, seorang yang dianggap bersih dan idealis saja tidak mampu menolak untuk “memakan” uang rakyat, bagaimana dengan yang lain. Tentu bisa disimpulkan sendiri.
            Belum lagi kasus Hambalang yang sampai saat ini belum menemukan titik akhir. Banyaknya kasus korupsi yang belum tuntas, ditambah kasus-kasus yang selalu muncul membuat rakyat frustasi. Kemudian muncullah kalimat “Pemimpin Indonesia tidur saja, yang penting tidak maling, maka Indonesia akan mampu sejahtera”. Itulah wujud kekecewaan rakyat terhadap para pemimpin saat ini. Pemimpin adalah Cermin. Mereka yang seharusnya melayani dan mengurusi rakyat, bukan bertindak seenaknya sendiri.
            Sebenarnya, apa yang salah pada negeri ini. Apakah memang para pemimpin negeri ini sudah tidak ada lagi yang baik dan betul-betul memperjuangkan kepentingan rakyat? Tentu ini menjadi pertanyaan kita bersama. Ibnu Taimiyah pernah berpendapat bahwa penguasa yang dhalim lebih baik daripada tidak ada pemimpin sama sekali. Bisa jadi, para pemimpin saat ini memang telah menjadikan kata-kata tersebut sebagai dasar pembenaran bagi tindakannya yang korup. Padahal, maksud Ibnu Taimiyah bukanlah demikian.
            Begitu pentingnya peran seorang pemimpin dalam sebuah negara, sampai-sampai dibahasakan oleh Ibnu taimiyah secara berlebihan. Oleh sebab itu, paradigma seorang pemimpin haruslah benar. Bukan semata-mata agar dirinya baik, tetapi lebih dari itu. Jika paradigma seorang pemimpin benar, maka itu akan berimplikasi besar pada rakyat. Ya, pemimpin akan menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan fitrahya sebagai manusia yang mempunyai tanggung jawab kemanusiaan.
            Semua pejabat harus menganggap dirinya sebagai pemimpin. Baik pejabat dari tingkat pusat maupun sampai tingkat RT sekalipun harus menganggap dirinya sebagai pemimpin. Sekali lagi, pemimpin punya tanggung jawab yang besar terhadap kemajuan yang dipimpin. Jika sudah demikian, maka besar kemungkinan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat akan terwujud.
            Anekdot yang dibahas di awal sebenarnya merupakan wujud ketidakpercayaan masyarakat terhadap para pemimpinnya saat ini. Oleh karena itu, pemimpin harus membersihkan diri dari tuduhan-tuduhan yang selama ini menggema. Stigma negatif itu harus dibuang jauh-jauh dengan cara “Ojo Korupsi, Ojo Ngapusi (jangan korupsi, jangan berbohong)”. Ya, pemimpin jujur. Itulah yang dibutuhkan negeri ini. Kejujuran sesesorang dalam memipin sebuah negara akan berdampak besar pada segala aktivitas yang dijalankannya. Sehingga, amanat yang telah diberikan oleh rakyat akan dijalankan dengan optimal dan maksimal. Itulah harapan kecil “orang kecil” kepada para pejabatnya  saat ini.

0 komentar:

Posting Komentar